Mendulang Rupiah dari Toko Online


Internet kini menjadi tulang punggung pemasaran produk, tidak terkecuali untuk bisnis fesyen. Peluang bisnis ini ditangkap para pengusaha fesyen. MEMBACA berita di media dotcom, itu sih sudah jadi kebiasaan sehari-hari. Membeli buku lewat toko daring, itu juga jamak. Sesudah pilih judul dan cocokkan harga, bisa langsung transfer uang dan menunggu buku pesanan dikirim.

Tapi, bagaimana dengan beli baju di toko maya? Bukankah membeli baju identik dengan kegiatan rekreasi. Sembari jalan-jalan ke mal dan mesti diawali dengan pandangan, sentuhan, dan diakhiri dengan acara mengepas di fitting room, baru kemudian membayarnya di meja kasir?

Tanyakan itu pada Agustav Alvi (Alumni Dipanet), pemilik Dromedary Collection ini. Ia mengaku menggunakan toko online-nya sebagai tulang punggung pemasaran pakaian anak muslim yang diproduksinya. Kendati ia juga masih menggunakan sistem keagenan, kontribusi penjualan via toko daringnya tak bisa dipandang sebelah mata.

"Total produksi kita 3.000 pieces setiap bulannya. Kita pakai sistem penjualan keagenan dan online. Jadi, orang tinggal lihat di website, pilih produk, pesan via online, transfer lalu kita kirim barangnya. Mereka bisa belanja sebagai agen atau juga ritel," kata Agustaf yang mengaku berkat toko daringnya ia punya pembeli dari Malaysia hingga Eropa.


Peluang bisnis ini ditangkap oleh sebagian pengusaha yang menurut pakar marketing Hermawan Kertajaya menggunakan gaya new wave marketing, gelombang pemasaran baru di dunia pemasaran yang memasukkan teknologi informasi sebagai tulang punggung penjualan mereka.

Muhammad Rosihan, pemilik Saqina.com yang juga mantan profesional di bidang teknologi informasi, telah membuktikannya. Toko online memiliki prospek bagus ke depan. Pasalnya pengguna internet terus meningkat, biaya akses makin murah dan mudah. Hasil survei saat ini, 44% dari 32 juta pengguna internet mengakses internet setiap hari. Sebanyak 70%-nya mengakses rata-rata 2 jam per hari.

"Ini mendekati kebiasaan menonton TV. Sedangkan sisanya mengakses internet dua hingga tiga kali seminggu, selama 1 hingga 2 jam," kata Rosihan meyakinkan.

Artinya ada sekumpulan calon pelanggan potensial di internet yang bisa ditarget. Dan kabar baiknya lagi, pengguna internet ini daya belinya cukup baik. Pola belanja masyarakat sekarang pun sudah berubah. Berbeda dengan cara belanja masyarakat dulu yang belum bisa yakin dengan produk yang dibelinya sebelum ia datang dan melihat barang dengan langsung.

"Alasan mereka, waktu dan praktis. Cukup dengan duduk di depan komputer, bayar dan pesanan mereka pun datang. Kan semua model ada keterangan bahan, ukuran yang detail, warna dan keterangan yang jelas, juga jaminan pengembalian," jelas Rosihan.


Pasar potensial

Jika Agustav memadukan bisnis toko daringnya dengan usaha konveksi dan merek fesyen yang dirintisnya, Rosihan menggabungkan saqina.com dengan toko darat yang didirikannya di beberapa kota.

"Beda dengan toko offline Saqina yang market-nya terbatas, hanya di kabupaten atau kota tertentu, Saqina.com bisa diakses oleh konsumen dari belahan dunia mana pun. Potensi market size-nya adalah 32 juta pengguna internet di Indonesia," kata Rosihan.

Berbisnis online juga efektif buat mereka yang belum mampu atau memang tak berminat mengalokasikan modalnya buat sewa kios yang konon kerap menjerat leher para pedagang. Jadi, kuncinya jeli memilih penyuplai buat toko, carilah pemasok yang memberikan diskon yang memadai buat memutar roda bisnis.

Merek busana muslim Manet yang didirikan Badroni Yuzirman, misalnya, bahkan memberlakukan aturan tukar barang dan uang kembali pada agennya. Kendati kelenturan ini disertai syarat tertentu, ini jelas membuat para agennya lebih nyaman. Ini yang membuat Manet kini punya ratusan agen yang setia.

Pebisnis toko daring, kata Agustaf, mestinya juga tak berhenti dengan hanya memajang barang dagangan di situsnya. Agustaf mengaku ia juga mengoptimalkan internet buat melakukan ekspansi buat bisnis fesyennya sekaligus mendiversifikasi usahanya. Anda tertarik?

Gusvarice/Zat/M-3

Media Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang Malaysia saja mau belajar di Dipaweb

Dipanet hadir di Fatmawati Jakarta

Program Afiliasi Dipanet Launching